Selasa, 23 September 2014

Detik-detik sebelum kelahirannya...

Malam itu, tanggal 26 Maret 2013, masih 2 minggu sebelum hari perkiraan lahir (HPL), perutku terasa mulai tegang berkontraksi sepeti mau melahirkan. Masih jarang siy...Agak worry juga, karena suamiku sedang dinas di luar kota. Sebagai antisipasi, aku minta tolong adikku dan suaminya untuk menginap di rumah. Kali aja tengah malam nanti perlu ke rumah sakit. Siapa tahu??? Ternyata benar juga, malam itu aku sudah sulit tidur. Jam 3 pagi, aku ke kamar mandi dan sudah ada bercak darah salah satu tanda menjelang kelahiran.
Aku segera minta Mak Sari, emak yang sudah membantu mengurus rumah sejak kelahiran anak pertamaku Aira, untuk menyiapkan perlengkapan persalinan dan keperluan menginap di RS. Sebelumnya aku sudah menyiapkan perlengkapan bayi, perlengkapan ibu melahirkan dan baju-baju menyusui. Aku segera menelpon suamiku yang sedang di Jakarta untuk memberi tahu bahwa aku sudah mau berangkat ke RS karena sudah ada tanda-tanda akan melahirkan. Sebenarnya hari ini masih ada satu agenda tes lagi untuk seleksi penerima beasiswa tugas belajar dari Pertamina, perusahaan tempat suamiku bekerja. Dia memutuskan untuk segera mencari tiket untuk pulang ke Surabaya dengan resiko kehilangan kehilangan kesempatan mengikuti seleksi beasiswa itu.
Pukul menjelang pukul 6 pagi, aku minta adikku untuk mengantarku ke Rumah Sakit. Karena jarak cukup jauh dari Gresik ke Surabaya maka saya minta berangkat pagi-pagi untuk menghindari macet. Tidak lupa pengantar opname dari dr Didi juga aku bawa. Sesampainya di sana ternyata RS belum buka, sehingga harus lewat pintu belakang dan langsung ke lantai 10 untuk cek in kamar. Ternyata kamar kelas 1 yang menjadi hak inapku penuh, terpaksa masuk kelas 2 dulu, dimana ada pasien lain di kamar itu. Rasanya tidak nyaman, karena proses melahirkan melibatkan hal-hal yang sangat privacy.
Tapi tidak ada pilihan lain, karena siang hari rencananya akan ada kamar kelas 1 yang kosong. Sambil menunggu suamiku pulang dari Jakarta aku tunggu di kamar itu. Sampai siang hari kontraksinya sudah mulai sering, tapi suamiku belum juga datang. Dokter Didi memeriksa dan menanyakan apakah sudah siap untuk masuk kamar operasi. Aku bilang nunggu sebentar lagi dok, suami saya belum dating. Untunglah dr Didi sangat kooperatif dan saya dimina segera menghubunginya kalau sudah tidak kuat kontraksinya.
Suamiku baru dapat tiket untuk ke Surabaya untuk penerbangan jam 1 lebih itupun lewat calo (dengan nama orang lain). Padahal sudah mencari tiket dari pagi. Itu karena menjelang libur panjang maskapai banyak yang penuh. Padahal berapapun akan dibeli kalau ada tiket ke Surabaya lebih awal. Aku sudah mulai tidak kuat karena sudah kontraksi, padahal seharusnya tidak perlu nunggu kontraksi kalau rencana mau operasi. Akhirnya jam 1 aku minta ijin kepada suamiku untuk tidak lagi menunggunya jika memang sudah tidak kuat. Dan suamiku mengijinkan. Jam 2 aku memutuskan masuk ruang operasi. Dokter sempat bilang kok kuat sekali menunggu terlalu lama kontraksi. Meskipun sudah di kamar operasi, dr Didi sempat menyampaikan akan membantu persalinan normal jika memungkinkan. Akan tetapi setelah diperiksa intensif dokter memutuskan untuk tetap melaksanakan operasi itu.
Sakitnya kontraksi langsung hilang berganti perasaan ringan dan tenang setelah aku disuntik bius di punggung. Dalam hati, aku berdoa dan tidak berhenti berdoa agar operasi itu lancar, dan bayi yang kulahirkan sehat dan selamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar